Jonas Gobang

Thursday, May 6, 2010

MEDIA DI TENGAH BADAI CENTURY


      
              Century Gate tidak luput dari bidikan media. Bahkan melalui media kasus ini menjadi terang   benderang disaksikan, didengar dan dibaca oleh publik di seluruh pelosok tanah air. Peran media sungguh besar dalam memotret kasus Bank Century yang kontroversif, bukan hanya soal kebijakan perbankan (economics area) tetapi juga telah memasuki wilayah kekuasaan (politics area). Hampir semua media massa di Indonesia baik cetak maupun elektronik menjadikan kasus Century sebagai topik hangat bahkan kian hangat untuk diperbincangkan. Tentu saja setiap media memiliki angle yang berbeda dalam memotret Century Gate. Namun kendati berbeda sudut pandang dari setiap media, Century Gate merupakan kasus terhangat di akhir tahun 2009 yang dapat dibedah dari perspektif sistem dan aktor.
Area publik menjadi sangat penting dan harus diperhitungkan oleh para aktor yang bercokol pada lingkaran penguasa dalam mengurai benang kusut kasus Century. Area publik memiliki sekian banyak aktor baik orang perseorangan dan kelompok (masyarakat bangsa, para demonstran mahasiswa dan juga para nasabah Bank Century yang dirugikan) maupun lembaga (institusi) seperti : LSM Kompak, Kontras, ICW, Bendera, Cicak (Cinta Indonesia Cinta Antikorupsi), BEM dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia dan berbagai organisasi massa (ORMAS) yang berhaluan nasionalis maupun agamais yang siap “turun” ke jalan-jalan untuk turut membongkar kasus Century ini.
Hampir semua media di tanah air memberitakan peristiwa ini, bahkan media juga sempat menampilkan beberapa insiden yang menjadi imbas dari hempasan badai Century. Sebut saja "perang" antara George Junus Aditjondro dan Ramadhan Pohan, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat yang menambah keruhnya kasus Century. Semua harian besar di tanah air menjadikan kasus ini sebagai headline. Beberapa media jika dinilai secara subyektif oleh penulis masih  kurang “menggigit” (alias "netral" demi mencari posisi aman biar nyaman!). Metro TV dan TV berita lainnya senantiasa berikhtiar menyiarkan secara live. Publik di Indonesia "menonton" dengan asyiknya "badai" itu. Editorial Media Indonesia cukup kritis dan berani dalam mengupas kasus Century. TV-One juga menyajikan beberapa kali pemberitaan dan interview dengan menghadirkan beberapa aktor yang berkaitan erat dengan badai Century. Beberapa televisi swasta lainnya pun ikut  mengangkat kasus ini dalam pemberitaan. Beberapa radio siaran swasta seperti Elshinta dan 68H-Jakarta cukup gencar memberitakan Century Gate ini. Tentu masih banyak media yang tidak sempat disebutkan di sini kendati mereka juga turut berupaya mengangkat kasus Century ini.
 
                 Aktor lainnya yang tidak kalah pentingnya di antara para aktor baik di lingkaran penguasa maupun di area publik adalah pemilik Bank Century itu sendiri yakni Robert Tantular dan kroninya. Media perlu menjalankan manuvernya untuk terus berikhtiar dalam memotret para aktor pemilik dan pemegang saham serta nasabah besar Bank Century seperti Budi Sampoerna dan beberapa BUMN yang disinyalir juga menyimpan sejumlah besar uang pada Bank Century yang dianggap sebagai bank kecil itu. Selain itu para pakar ekonomi dan politik serta para lawyer (kuasa hukum) merupakan juga aktor-aktor yang perlu menjadi perhatian dalam pemberitaan media. Carut-marut Century Gate ini pun ditandai dengan “perang opini” di antara para ahli hukum dan para pakar ekonomi serta pakar politik di negeri ini. Perang opini masih terus berlanjut ditandai juga dengan munculnya tanggapan atas buku George Junus Aditjondro yang kontroversif itu. Pada Rabu, 6 Januari 2010, Setiyardi Negara, seorang mantan wartawan meluncurkan buku berjudul Hanya Fitnah dan Cari Sensasi, Goerge Revisi Buku sebagai tanggapan atas isi dan metodologi buku Membongkar Gurita Cikeas, Di Balik Skandal Bank Century. Sehari kemudian yaitu pada Kamis, 7 Januari 2010, Garda Maeswara meluncurkan juga bukunya yang berjudul Cikeas Menjawab sebagai tanggapan atas buku Aditjondro tersebut di atas. Skandal Bank Century kian panas oleh hingar-bingar perang opini. (Ditayangkan oleh Global TV pada Kamis, 7 Januari 2010).
                 Nah, di tengah carut-marut skandal Bank Century ini di manakah posisi media? Menurut saya media seolah berada di tengah badai Century. Dan untuk menjawab pertanyaan ini lebih lanjut, saya ingin mengutip pendapat Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, S.IP., M.Si., yang dalam sebuah artikelnya berjudul “Relasi Media-Politik dalam Perspektif Teori Sistem : Pendekatan Alternatif untuk Kajian Sistem Media dan Sistem Politik di Indonesia”, mengatakan bahwa dalam masyarakat demokratis, sistem yang cocok adalah Teori Sistem Autopoesis dari Niklas Luhmann. Hal ini karena teori ini memberikan justifikasi yang sangat kuat bagi media massa sebagai “pengamat tingkat kedua” dalam fungsinya sebagai kontrol sosial dalam masyarakat. (Lihat hal. 14 artikel Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, S.IP., M.Si., bahan kuliah Komunikasi : Perspektif  Sistem dan Aktor untuk mahasiswa pascasarjana FISIPOL Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Jogyakarta, 2009).
                 Tentu saja media massa baik cetak maupun elektronik tidak berada di ruang hampa. Media senantiasa berinteraksi dengan kenyataan faktual yang terjadi di masyarakat dan bangsa ini. Salah satu kenyataan faktual itu adalah “badai” Century yang masih belum berlalu hingga saat ini. Pada tataran ini media dituntut untuk bekerja secara profesional dan proporsional. 


                 Media hendaknya tidak bias oleh pengaruh kekuasaan di tingkat mana pun. Media juga hendaknya menjadi piranti yang mengontrol upaya penyelesaian kasus Century dan memberitakannya secara proporsional dan obyektif. Media menjadi “kekuatan keempat” (seperti yang disebut oleh Edmund Burke) di antara kekuatan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Untuk itu Dennis McQuail memberikan kita metafora dalam memahami posisi media di tengah badai seperti Century ini, yaitu media merupakan jendela (window) peristiwa dan pengalaman yang memperluas visi kita, memungkinkan kita melihat apa yang terjadi di luar kita tanpa campur tangan pihak lain. Media juga disebut McQuail sebagai cermin (mirror) dari peristiwa-peristiwa di masyarakat atau dunia, menyajikan refleksi yang bisa dipercaya. (bdk. Dhimam Abror Djuardi, 2009 : 1-2).
                 Media dalam kasus Century juga memiliki sistemnya sendiri yang dijalankan oleh para aktornya baik yang bekerja di lapangan (jurnalis, reporter) maupun yang bekerja pada newsroom (para pemimpin redaktur dan redaktur senior). Tentu saja sistem yang dimainkan oleh media adalah sistem yang mendasarkan pada kaidah-kaidah jurnalisme. Selain itu para aktor media juga memiliki  newsroom management yang dijalankan dengan standar teknikalitas untuk memenuhi kepentingan pragmatis (inner dan outer) dan implementasi dari azas etika dalam memproses fakta untuk menjadi informasi media. (bdk. Ashadi Siregar, 2009 : 4).
                 Peran media dalam memotret kasus Century sungguh terasa penting. Rakyat bangsa ini sangat membutuhkan informasi yang akurat seputar upaya menyelesaikan kasus ini. Memang dana bailout Bank Century sebesar  Rp 6,7 Trilyun tidaklah sebanding dengan kondisi rakyat miskin yang penghasilannya sangat jauh dari cukup. Beberapa media di Indonesia berikhtiar memotret kondisi kontradiktif dan ironis yang sering terjadi di negeri ini. Sebut saja Winem sang pengais beras di Pasar Kerawang, Jawa Barat sehari-harinya ia berjuang mengais butir-butir beras dari bak truk pengangkut beras di Pasar Kerawang. Sementara itu kemewahan demi kemewahan (seperti mobil mewah para menteri) selalu dinikmati para petinggi negeri ini ketika rakyatnya harus mengais butir-butir beras dan yang lainnya mati kelaparan. (Contoh ini diambil dari tayangan Metro TV, Rabu, 6 Januari 2010).
                 Hingga saat ini upaya untuk membongkar Century Gate masih berlangsung. Sidang demi sidang Panitia Khusus Angket Century di Gedung DPR-RI Jakarta kian hangat dan diwarnai juga dengan “pertengkaran” di antara para anggota Pansus. (Pada sidang Pansus Angket Century tanggal 6 Januari 2010, Gayus Lumbun dari Fraksi Partai PDI-Perjuangan selaku pimpinan sidang bertengkar sengit dengan Ruhut Sitompul, anggota Pansus Angket dari Fraksi Partai Demokrat). Seluruh warga bangsa ini turut menyaksikan jalannya sidang melalui berbagai media. Kita pun patut memberikan dukungan dan apresiasi yang wajar dan proporsional terhadap berbagai media di Indonesia baik cetak maupun elektronik yang terus meliput dan menyajikan berbagai perspektif dalam mencermati kasus Century ini. The show must go on! Kasus Century harus diusut tuntas, jangan kandas di tengah jalan alias “masuk angin”. Badai pasti berlalu dan perahu negeriku akan terus mengarungi lautan penuh gelombang menghantar rakyat bangsa ini menuju pelabuhan keadilan dan kesejahteraan.***


1 Comments:

Blogger Unknown said...

Bravo jonas...
Media harus lebih berani bersikap bijak untuk menyampaikan kebenaran,tidak hanya berhenti sesaat. Apa yang tertulis diharapkan dapat menjadi refleksi dalam bagi kaum intelektual untuk membuka hati dan mata.
Deus Providebit. BD

May 23, 2010 at 6:48 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home